Jumat, 14 Desember 2012


SOLAR SYSTEM

TEORI BIG BANG (LEDAKAN BESAR)


 
Big Bang (terjemahan bebas: Ledakan Dahsyat atau Dentuman Besar) dalam kosmologi adalah salah satu teori ilmu pengetahuan yang menjelaskan perkembangan dan bentuk awal dari alam semesta. Teori ini menyatakan bahwa alam semesta ini berasal dari kondisi super padat dan panas, yang kemudian mengembang sekitar 13.700 juta tahun lalu.
Para ilmuwan juga percaya bawa Big Bang membentuk sistem tata surya. Ide sentral dari teori ini adalah bahwa teori relativitas umum dapat dikombinasikan dengan hasil pemantauan dalam skala besar pada pergerakan galaksi terhadap satu sama lain, dan meramalkan bahwa suatu saat alam semesta akan kembali atau terus. Konsekuensi alami dari Teori Big Bang yaitu pada masa lampau alam semesta punya suhu yang jauh lebih tinggi dan kerapatan yang jauh lebih tinggi.
Pada tahun 1929 Astronom Amerika Serikat, Edwin Hubble melakukan observasi dan melihat Galaksi yang jauh dan bergerak selalu menjauhi kita dengan kecepatan yang tinggi. Ia juga melihat jarak antara Galaksi-galaksi bertambah setiap saat. Penemuan Hubble ini menunjukkan bahwa Alam Semesta kita tidaklah statis seperti yang dipercaya sejak lama, namun bergerak mengembang. Kemudian ini menimbulkan suatu perkiraan bahwa Alam Semesta bermula dari pengembangan di masa lampau yang dinamakan Dentuman Besar.
Pada saat itu dimana Alam Semesta memiliki ukuran nyaris nol, dan berada pada kerapatan dan panas tak terhingga; kemudian meledak dan mengembang dengan laju pengembangan yang kritis, yang tidak terlalu lambat untuk membuatnya segera mengerut, atau terlalu cepat sehingga membuatnya menjadi kurang lebih kosong. Dan sesudah itu, kurang lebih jutaan tahun berikutnya, Alam Semesta akan terus mengembang tanpa kejadian-kejadian lain apapun. Alam Semesta secara keseluruhan akan terus mengembang dan mendingin.
Alam Semesta berkembang, dengan laju 5%-10% per seribu juta tahun. Alam Semesta akan mengembang terus,namun dengan kelajuan yang semakin kecil,dan semakin kecil, meskipun tidak benar-benar mencapai nol. Walaupun andaikata Alam Semesta berkontraksi, ini tidak akan terjadi setidaknya untuk beberapa milyar tahun lagi.


PROSES TERBENTUKNYA TATA SURYA


     Teori-teori penciptaan alam semesta

a.       Teori Kabut (Nebula)
Teori ini pertama kali dikembangkan oleh Kant dan Laplace pada tahun 1796. Menurut teori ini mula-mula ada kabut gas dan debu atau nebula, kabut ini sebagian besar terdiri dari hidrogen dan sedikit helium. Nebula mengisi seluruh ruang alam semesta. Karena proses pendinginan, kabut gas ini tersebut menyusut dan mulai berputar. Proses ini mula-mula lambat, kemudian makin cepat dan bentuknya berubah dari bulat bola menjadi cakram. Sebagian besar materi akan mengumpul dipusat cakram, yang kemudian menjadi matahari. Sedang sisanya yang tertinggal akan tetap berputar dan terbentuklah planet besrta satelitnya.[1]
b.      Teori Bintang Kembar
Menurut teori ini pada awalnya ada dua bintang kembar, kemudian satu bintang meledak menjadi serpihan-serpihan kecil akibat medan gravitasi  bintang yang tidak meledak, serpihan-serpihan itu berputar mengelilinginya. Kemudian serpihan menjadi planet-planet, sateli-satelit dan benda-benda langit kecil lainnya, sedangkan bintang yang utuh adalah matahari.[2]
c.       Teori Pasang Surut atau Tidal
Jeans dan Jeffri pada tahun 1919. Menurut teori ini melukiskan bahwa terjadinya alam semesta merupakan masa matahari yang lepas membentuk bentukan cerutu yang menjorok kearah bintang akibatnya bintang makin menjauhi masa, masa tersebut terputus-putus dan membentuk gumpalan gas disekitar matahari gumpalan-gumpalan itulah yang kemudian membeku dan terbentuk  planet-planet. Teori ini dapat menjawab mengapa planet dibagian tengah seperti: jupiter, saturnus, uranus dan neptunus ukurannya besar, sedangkan pada bagian ujung seperti: merkurius, venus dan pluto memiliki ukuran yang lebih kecil.[3]



d.      Teori Big Bang
Teori ini menyatakan bahwa adanya suatu masa yang sangat besar meledak dengan hebat karena adanya reaksi inti. Masa itu kemudian berserakan dan mengembangkan dengan sangat cepatnya menjauhi pusat ledakan. Gamo Alfhor dan Herman mengatakan pada saat ledakan Maha dahsyat itu terjadi semua materi terlempar ke seluruh jagat raya kesemua arah yang kemudian membentuk bintang-bintang dan glaksi, karena tidak mungkin materi seluruh alam itu berkumpul di suatu tempat dalam ruang tanpa gaya grafitasi yang sangat kuat. Maka disimpulkan kemudian bahwa "Ledakan Besar" itu terjadi ketika seluruh materi Cosmos keluar dengan kerapatan yang sangat besar dan suhu yang sangat tinggi, alam semesta lahir dari singolaritas fisis dengan keadaan ekstern.[4]
e.       Teori Ekspansi dan Kontraksi
Teori ini berlandaskan pada pemikiran bahwa ada suatu siklus dari alam semesta, yaitu masa-ekspansi dan masa kontruksi yang diduga siklus tersebut berlangsung dalam durasi 30.000 juta tahun. Dalam masa depan ekspansi kemudian terbentuklah galaksi serta bintang-bintangnya. Ekspansi ini didukung oleh adanya tenaga yang bersumber dari reaksi inti hidrogen yang pada akhirnya membentuk berbagai unsur lain yang kompleks. Pada masa kontraksi, galaksi dan bintang-bintang yang terbentuk meredup dan unsur-unsur yang terbentuk menyusul mengeluarkan tenaga berupa panas yang tinggi.Teori ini juga dikemukakan oleh Edwin Hubble, dia menyatakan bahwa alam semesta memuai seperti gelembung gas panas yang secara tiba-tiba melepas dari ruang hampa. Dia melakukan sebuah percobaan melalui teropong bintang raksasa pada tahun 1929 bahwa disitu menunjukkan adanya pemuaian adanya alam semesta. Ini berarti alam semesta merekspansi dan ekaspansi itu menurut Gamau melahirkan sekitar 100 miliyar galaksi yang masing-masing galaksi rata-rata memiliki 100 miliyar bintang.[5]
f.       Teori Planetesimal
Thomas C.Chaberlin dan Forest R. Moulton mencetuskan teori yang dikenal dengan teori Planetesimal artinya planet terbentuk dari benda padat atau unsur-unsur kecil yang telah ada sebelumnya. Menurut teori ini, matahari yang ada sekarang sudah ada sebelumnya, kemudian ada sebuah bintang yang melintas pada jarak yang tidak terlalu jauh dari matahari. Akibatnya terjadi peristiwa pasang naik pada permukaan matahari maupun bintang itu. Sebagian dari masa yang tertarik jatuh kembali kepermukaan matahari dan sebagian lagi terhambur ke ruang angkasa di sekitar matahari menjadi planet-planet dan benda langit lainnya[6].
g.      Teori Creatio Continua
Teori ini dikemukakan oleh Fred Hoyle, Bendi, dan Gold. Menurut teori ini saat diciptakan alam semesta ini tidak ada. Alam semesta ini selamanya ada dan tetap ada, atau dengan kata lain alam semesta ini tidak pernah bermula dan tidak akan berakhir. Pada setiap saat ada partikel yang dilahirkan dan ada yang lenyap. Partikel-partikel tersebut kemudian mengembun menjadi kabut-kabut spiral dengan bintang-bintang dan jasad-jasad alam semesta. Karena partikel yang dilahirkan lebih besar dari pada partikel yang lenyap maka jumlah materi makin bertambah dan mengakibatkan pemuaian alam semesta. Pengembangan ini akan nencapai titik batas kritik pada 10 miliyar tahun lagi. Tetapi dalam waktu 10 miliyar tahun ini akan dihasilkan kabut-kabut baru. Menurut teori ini 90% materi alam semesta adalah hidrogen. Dari hidrogen ini akan terbentuk helium dan zat-zat lainnya.[7]
h.      Teori G.P.Kuiper
Pada tahun 1950 G.P Kuiper mengajukan teori berdasarkan keadaan yang ditemui di luar tata surya dan menyuarakan penyempurnaan atas teori-teori yang telah dikemukakan yang mengandaikan bahwa matahari serta semua planet berasal dari gas purba yang ada ruang angkasa. Pada saat ini terdapat banyak kabut gas dan diantara kabut terlihat dalam proses melahirkan bintang.
          Kabut gas yang nampak tipis-tipis di ruang angkasa itu, karena gaya tarik gravitasi antar molekul dalam kabut itu lambat laun memampatkan diri menjadi masa yang semakin lama semakin padat. Pemadatan ini di mungkinkan oleh sifat gas semacam itu selalu terjadi gerakan. Selanjutnya gerakan itu semakin lama menjadi gerakan berputar yang memipihkan dan memadatkan gas kabut itu. Satu atau dua gumpalan materi memadat di tengah, sedang gumpalan yang kecil akan melesat di lingkungan sekitarnya.
          Gumpalan yang terkumpul di tengah menjadi matahari sebagai sat, sedang gumpalan-gumpalan yang kecil menjadi bakal planet. Matahari yang di pusat begitu padat mulai menyala dengan api nuklir, yang selanjutnya api itu mendorong gas yang masih membungkus planet menjadi sirna, sehingga planet sekarang tampak telanjang tinggal terasnya. Tapi bakal planet yang jauh dari matahari kurang terpengaruh sehingga tampak menjadi planet yang besar dengan di liputi kabut.[8]

TATA SURYA



Tata surya dalam bahasa inggris disebut solar system  terdiri dari sebuah bintang yang disebut matahari dan semua objek yang yang mengelilinginya. Pengertian tata surya yang lain adalah kumpulan benda-benda langit dimana matahari sebagai pusatnya. Tata surya menurut ilmu pengetahuan yang terbaru dikelilingi oleh delapan buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, meteor, asteroid, komet, planet-planet kerdil/katai (asteroid) , dan satelit-satelit alami.

Tata surya terletak di tepi galaksi Bima Sakti dengan jarak sekitar 2,6 x 1017 km dari pusat galaksi, atau sekitar 25.000 hingga 28.000 tahun cahaya dari pusat galaksi. Tata surya mengelilingi pusat galaksi Bima Sakti dengan kecepatan 220 km/detik, dan dibutuhkan waktu 225–250 juta tahun untuk untuk sekali mengelilingi pusat galaksi. Dengan umur tata surya yang sekitar 4,6 milyar tahun, berarti tata surya kita telah mengelilingi pusat galaksi sebanyak 20–25 kali dari semenjak terbentuk.

Tata surya dipengaruhi gaya gravitasi matahari dan sistem yang setara tata surya, yang mempunyai garis pusat setahun kecepatan cahaya, ditandai adanya taburan komet yang disebut awan Oort. Selain itu juga terdapat awan Oort berbentuk piring di bagian dalam tata surya yang dikenali sebagai awan Oort dalam.
Disebabkan oleh orbit planet yang membujur, jarak dan kedudukan planet berbanding kedudukan matahari berubah mengikut kedudukan planet di orbit.