Teori-teori penciptaan alam semesta
a. Teori Kabut (Nebula)
Teori ini pertama kali
dikembangkan oleh Kant dan Laplace pada tahun 1796. Menurut teori ini mula-mula
ada kabut gas dan debu atau nebula, kabut ini sebagian besar terdiri dari hidrogen
dan sedikit helium. Nebula mengisi seluruh ruang alam semesta. Karena proses
pendinginan, kabut gas ini tersebut menyusut dan mulai berputar. Proses ini
mula-mula lambat, kemudian makin cepat dan bentuknya berubah dari bulat bola
menjadi cakram. Sebagian besar materi akan mengumpul dipusat cakram, yang
kemudian menjadi matahari. Sedang sisanya yang tertinggal akan tetap berputar
dan terbentuklah planet besrta satelitnya.[1]
b. Teori Bintang Kembar
Menurut teori ini pada
awalnya ada dua bintang kembar, kemudian satu bintang meledak menjadi
serpihan-serpihan kecil akibat medan gravitasi bintang yang tidak
meledak, serpihan-serpihan itu berputar mengelilinginya. Kemudian serpihan
menjadi planet-planet, sateli-satelit dan benda-benda langit kecil lainnya,
sedangkan bintang yang utuh adalah matahari.[2]
c. Teori Pasang Surut
atau Tidal
Jeans dan Jeffri pada
tahun 1919. Menurut teori ini melukiskan bahwa terjadinya alam semesta
merupakan masa matahari yang lepas membentuk bentukan cerutu yang menjorok
kearah bintang akibatnya bintang makin menjauhi masa, masa tersebut
terputus-putus dan membentuk gumpalan gas disekitar matahari gumpalan-gumpalan
itulah yang kemudian membeku dan terbentuk planet-planet. Teori ini dapat
menjawab mengapa planet dibagian tengah seperti: jupiter, saturnus, uranus dan
neptunus ukurannya besar, sedangkan pada bagian ujung seperti: merkurius, venus
dan pluto memiliki ukuran yang lebih kecil.[3]
d. Teori Big Bang
Teori ini menyatakan
bahwa adanya suatu masa yang sangat besar meledak dengan hebat karena adanya
reaksi inti. Masa itu kemudian berserakan dan mengembangkan dengan sangat
cepatnya menjauhi pusat ledakan. Gamo Alfhor dan Herman mengatakan pada saat
ledakan Maha dahsyat itu terjadi semua materi terlempar ke seluruh jagat raya
kesemua arah yang kemudian membentuk bintang-bintang dan glaksi, karena tidak
mungkin materi seluruh alam itu berkumpul di suatu tempat dalam ruang tanpa
gaya grafitasi yang sangat kuat. Maka disimpulkan kemudian bahwa "Ledakan
Besar" itu terjadi ketika seluruh materi Cosmos keluar dengan kerapatan
yang sangat besar dan suhu yang sangat tinggi, alam semesta lahir dari singolaritas
fisis dengan keadaan ekstern.[4]
e. Teori Ekspansi dan
Kontraksi
Teori
ini berlandaskan pada pemikiran bahwa ada suatu siklus dari alam semesta, yaitu masa-ekspansi dan
masa kontruksi yang diduga siklus tersebut berlangsung dalam durasi 30.000 juta
tahun. Dalam masa depan ekspansi kemudian terbentuklah galaksi serta
bintang-bintangnya. Ekspansi ini didukung oleh adanya tenaga yang bersumber dari reaksi
inti hidrogen yang pada akhirnya membentuk berbagai unsur lain yang kompleks.
Pada masa kontraksi, galaksi dan bintang-bintang yang terbentuk meredup dan
unsur-unsur yang terbentuk menyusul mengeluarkan tenaga berupa panas yang tinggi.Teori ini juga dikemukakan oleh Edwin Hubble, dia menyatakan bahwa alam
semesta memuai seperti gelembung gas panas yang secara tiba-tiba melepas dari
ruang hampa. Dia melakukan sebuah percobaan melalui teropong bintang raksasa
pada tahun 1929 bahwa disitu menunjukkan adanya pemuaian adanya alam semesta.
Ini berarti alam semesta merekspansi dan ekaspansi itu menurut Gamau melahirkan
sekitar 100 miliyar galaksi yang masing-masing galaksi rata-rata memiliki 100
miliyar bintang.[5]
f.
Teori Planetesimal
Thomas C.Chaberlin dan
Forest R. Moulton mencetuskan teori yang dikenal dengan teori Planetesimal
artinya planet terbentuk dari benda padat atau unsur-unsur kecil yang telah ada
sebelumnya. Menurut teori ini, matahari yang ada sekarang sudah ada sebelumnya,
kemudian ada sebuah bintang yang melintas pada jarak yang tidak terlalu jauh
dari matahari. Akibatnya terjadi peristiwa pasang naik pada permukaan matahari
maupun bintang itu. Sebagian dari masa yang tertarik jatuh kembali kepermukaan
matahari dan sebagian lagi terhambur ke ruang angkasa di sekitar matahari
menjadi planet-planet dan benda langit lainnya[6].
g.
Teori Creatio Continua
Teori ini dikemukakan
oleh Fred Hoyle, Bendi, dan Gold. Menurut teori ini saat diciptakan alam
semesta ini tidak ada. Alam semesta ini selamanya ada dan tetap ada, atau
dengan kata lain alam semesta ini tidak pernah bermula dan tidak akan berakhir.
Pada setiap saat ada partikel yang dilahirkan dan ada yang lenyap.
Partikel-partikel tersebut kemudian mengembun menjadi kabut-kabut spiral dengan
bintang-bintang dan jasad-jasad alam semesta. Karena partikel yang dilahirkan
lebih besar dari pada partikel yang lenyap maka jumlah materi makin bertambah
dan mengakibatkan pemuaian alam semesta. Pengembangan ini akan nencapai titik
batas kritik pada 10 miliyar tahun lagi. Tetapi dalam waktu 10 miliyar tahun
ini akan dihasilkan kabut-kabut baru. Menurut teori ini 90% materi alam semesta
adalah hidrogen. Dari hidrogen ini akan terbentuk helium dan zat-zat lainnya.[7]
h.
Teori G.P.Kuiper
Pada tahun 1950 G.P
Kuiper mengajukan teori berdasarkan keadaan yang ditemui di luar tata surya dan
menyuarakan penyempurnaan atas teori-teori yang telah dikemukakan yang
mengandaikan bahwa matahari serta semua planet berasal dari gas purba yang ada
ruang angkasa. Pada saat ini terdapat banyak kabut gas dan diantara kabut
terlihat dalam proses melahirkan bintang.
Kabut gas yang nampak tipis-tipis di ruang angkasa itu, karena gaya tarik
gravitasi antar molekul dalam kabut itu lambat laun memampatkan diri menjadi
masa yang semakin lama semakin padat. Pemadatan ini di mungkinkan oleh sifat
gas semacam itu selalu terjadi gerakan. Selanjutnya gerakan itu semakin lama
menjadi gerakan berputar yang memipihkan dan memadatkan gas kabut itu. Satu
atau dua gumpalan materi memadat di tengah, sedang gumpalan yang kecil akan
melesat di lingkungan sekitarnya.
Gumpalan yang terkumpul di tengah menjadi matahari sebagai sat, sedang
gumpalan-gumpalan yang kecil menjadi bakal planet. Matahari yang di pusat begitu
padat mulai menyala dengan api nuklir, yang selanjutnya api itu mendorong gas
yang masih membungkus planet menjadi sirna, sehingga planet sekarang tampak
telanjang tinggal terasnya. Tapi bakal planet yang jauh dari matahari kurang
terpengaruh sehingga tampak menjadi planet yang besar dengan di liputi kabut.[8]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar